Metroterkini.com - Kongres Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) tanggal 06 – 08 November 2017 di Ballroom Hotel Grand Suka Pekanbaru Riau, menghasilkan rekomendasi untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk menindak perusahaan perusahaan perusak hutan gambut.
Albadri Arif selaku stering commite kongres sekaligus sebagai Ketua Jaringan Masyarakat Gambut Sumatera (JMGR-Sumatera) menyampaikan, JMGR merupakan wadah perjuangan masyarakat dalam menghadapi tantangan persoalan gambut dimasa sekarang dan mendatang, saya terharu dengan keberhasilan masyarakat gambut dalam membangun organisasi masa yang solid dan berkembang seperti JMGR ini.
Sementara itu, Isnadi Esman sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) JMGR yang kembali terpilih untuk priode 2017-2021, dalam kesempatan yang sama menyampaikan, kongres ini menghimpun 300 orang peserta yang berasal dari 130 desa dari 25 kecamatan dan 7 kabupaten di Riau.
"Saya sebagai Sekjen JMGR untuk priode ini merupakan kemenangan kita semua dalam menjalankan demokrasi berorganisasi, akan semakin banyak tantangan-tantangan yang akan kita hadapi tentang persoalan gambut di Indonesia khususnya di Riau, kerjasama yang solid, kordinasi yang terpimpin akan menjadi modal kuat yang kita miliki untuk membangun organisasi masyarakat yang kuat, mandiri, bermartabat dan mensejahterakan,” ujarnya.
Dalam kongres JMRG tahun ini, berhasil merekomendasikan untuk pemangku kebijakan diantaranya untuk pemerintah yang dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar hukum dan merusak gambut.
Selain itu, penyelesaian konflik, pengakuan hak di kawasan hutan, pengakuan hak kepada masyarakat adat di wilayah gambut, percepatan dan penyederhanaan mekanisme perizinan Perhutanan Sosial di areal bergambut, pelaksanaan moratorium atau tidak boleh ada lagi pembukaan areal baru di gambut yang eksploitatif serta mendorong dikeluarkannya wilayah desa dari kawasan konsesi.
Berikutnya, menggugat perusahaan penyebab kerusakan gambut dan KARHUTLA, serta melakukan pengawasan intensif terhadap perizinan HGU, HTI, Tambang, Migas digambut.
"Kemudian merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/kota agar mendorong pemantapan tapal batas desa yang partisipatif, membangun sinergi antara Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) dengan JMGR, mengkaji kembali tata ruang propinsi secara partisipatif berbasisi ekosistem gambut yang berpihak kepada masyarakat, mendorong percepatan perhutanan sosial dan TORA, mengalokasikan khusus APBD untuk pelaksanaan restorasi dan peningkatan perekonomian masyarakat gambut," ujar Saiful.
Kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota agar mendesakkan fungsi budgeting yang berpihak kepada masyarakat gambut dalam kontek perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, melahirkan adanya regulasi yang berpihak kepada masyarakat gambut, menerima, menyalurkan dan mengawal aspirasi masyarakat gambut kepada pihak yang berkewenangan secara tuntas. [rilis]